Jejak Sejarah Penghianatan Terhadap Sultan Agung

Sabtu, 21 Desember 2013

Pada serangan Sultan Agung ke Batavia yang kedua, seorang bendaharawan Belanda bernama Cornelis van Maseyck mempunyai kenalan seorang Jawa yang menjadi tawanan Belanda. Dari tawanan ini pula Belanda dapat membongkar strategi yang disusun Sultan Agung.
Diduga kuat tawanan Belanda ini adalah Tumenggung Endronoto (ada yang menyebutnya Pangeran Endronoto atau Endropranoto). Tidak diketahui dengan jelas asal usul atau silsilah dari tokoh ini. Hanya saja menurut apa yang ada di Pajimatan Imogiri, jasad Tumenggung atau Pangeran Endronoto ini ditempatkan dan dinisani sedemikan rupa sehingga menjadi satu dengan undakan (tangga) menuju gapura utama (Gapura Sapit Urang) Pajimatan Imogiri.
Penempatan nisan Pangeran Endronoto sebagai anak tangga oleh Sultan Agung itu sebagai peringatan bagi kawula Mataram, bahwa siapa pun yang mengkhianati negara akan berakibat pada kehancuran negara tersebut.
Sama seperti yang dilakukan Endronoto. Pasukan Mataram yang mengerahkan sedemikan banyak personel, angkutan, dan logistik dalam rentang waktu berbulan-bulan akhirnya berantakan gara-gara mulut Endronoto yang bocor kepada pihak Belanda.
Versi lain lagi menyatakan bahwa Tumenggung atau Pangeran Endronoto adalah salah satu pimpinan sepasukan prajurit yang ikut berperang ke Batavia. Namun ia berhasil ditangkap hidup-hidup oleh Belanda. Ia pun diancam akan disiksa dan ditembak mati jika tidak bersedia memberitahukan di mana letak basis tentara dan logistik Mataram.
Akan tetapi jika dia bersedia memberitahukannya pada Belanda, ia akan diberi kedudukan sebagai bupati di wilayah Jawa Barat. Ancaman dan bujukan serta iming-iming inilah yang akhirnya membuat Endronoto membocorkan segala rahasia militer Mataram kepada pihak Belanda. Karena bocoran itu, dengan girang Belanda pun membakari gudang-gudang logistik Mataram yang waktu itu telah disiapkan di beberapa kota antara lian di Cirebon, Karawang, dan sebagainya.
Dengan kehancuran logistik ini Belanda pun sudah memenangkan separuh dari peperangannya dengan bangsa Jawa karena siapa pun manusia tidak akan mampu bertahan hidup tanpa adanya makanan. Bahaya kelaparan pun menimpa prajurit Mataram. Demikian pula penyakit. Banyak di antara mereka yang mati bukan oleh pedang atau peluru tetapi oleh deraan rasa lapar dan penyakit.
Wajar saja kalau Sultan Agung marah demi mengetahui sebab-sebab dari itu semua.
Karena begitu marahnya atas ulah Endronoto ini Sultan Agung kemudian menghukum pancung Endronoto. Menurut sumber setempat jasad yang ditanam di Imogiri tersebut hanya merupakan gembung atau badan Endronoto. Sedangkan kepalanya tidak diketahui rimbanya. Ada lagi satu versi yang menyatakan bahwa jasad yang ditanam dan dijadikan undakan tersebut adalah jasad dari Gubernur Jan Pieter Zoon Coen, musuh Sultan Agung.
Nisan yang tidak lazim karena disatukan dengan serangkaian undakan ini dimaksudkan untuk menunjukkan contoh bahwa demikianlah pengkhianat bangsa dan negara itu diperlakukan di zaman Kerajaan Mataram.
Kehinaannya karena telah menjual bangsanya untuk kemenangan bangsa asing jauh berada di bawah injakan kaki-kaki orang lain. Demikian pun Endronoto yang nisannya melintang di depan Regol atau Gapura Sapit Urang Pajimatan Imogiri ini.
Oleh karena keletakannya yang demikian itu siapa pun orang yang akan masuk ke Gapura Utama (menuju makam Sultan Agung) pasti akan melewati (menginjak) nisan Endronoto.
Jadi bagi siapa pun yang akan mengunjungi makam para raja Mataram di Imogiri seakan diingatkan bahwa sebagai warga negara kita semua wajib menjunjung dan membela negara.
Bukan mengkhianatinya, merongrongnya, dan mempermalukannya di muka dunia. Begitu barangkali pesan yang inin disampaikan para leluhur Mataram yang sumare di Pajimatan Imogiri.
Menurut beberapa pemandu Pajimatan, tidak pernah ada tulak sarik (kuwalat) dengan menginjak nisan Tumenggung Endronoto ini. Semua itu dikarenakan memang telah dikehendaki Sultan Agung. Kehancuran pasukan Mataram oleh mulut Tumenggung Endronoto sungguh tidak termaafkan bagi kerajaan Mataram yang ingin mengusir penjajah yang menghisap kekayaan Nusantara.
Oleh karena seringnya nisan ini diinjak orang, maka pada sisi (bagian sudutnya) banyak terdapat lekukan atau legok. Ada sekitar enam lekukan yang terdapat di nisan Endronoto ini. Lekukan atau cekungan itu tampak halus seperti diupam. Padahal nisan tersebut terbuat dari batu andesit yang demikan keras dan utuh.
Hal ini menandakan bahwa erosi yang terjadi atas batu nisan ini terjadi secara perlahan-lahan akibat pijakan kaki orang dalam rentang waktu yang demikian lama.
Nisan Pangeran atau Tumenggung Endronoto ini yang dijadikan undakan atau tangga ini memiliki ukuran panjang 170 Cm, tinggi 27 Cm dan lebar 40 Cm. Letak nisan ini berada pada jarak sekitar 25 meter dari Gapura Utama Pajimatan Imogiri.

*****